• Jelajahi

    Copyright © NUSANTARA TOP NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Akhirnya Drama Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Terbongkar, Polisi Rilis Hasil Uji Kejujuran Kasus Brigadir J

    , September 13, 2022 WIB
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini






    SuaraBandungBarat.id -  Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Kepolisian dan sejumlah pihak terkait untuk membongkar dan menyelidiki kasus tewasnya Brigadir j di rumah eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy sambo.



    Namun, belum lama ini pihak kepolisian akhirnya merilis bocoran hasil uji kebohongan soal kasus pembunuhan Brigadir J. 


    Uji kejujuran itu dilakukan kepada Putri Candrawathi dan juga asisten rumah tangga (ART) bernama Susi, terkait dengan kasus pembunuhan Brigadir J.


    Isu yang beredar saat ini adalah Putri Candrawathi mengalami pelecehan seksual yang diduga dilakukan Brigadir J.



    Sehingga hal ini membuat emosi Ferdy Sambo hingga diduga menghabisi Brigadir J.



    Uji kebohongan dilakukan kepada istri Ferdy Sambo karena keterangan dan pengakuan Putri Candrawathi terkait dengan kasus pembunuhan Brigadir J kerap kali berubah dan tidak konsisten.



    Kini drama pengakuan Putri Candrawathi sedikit-demi sedikit telah diusut.



    Bahkan ada tiga kerangan Putri Candrawathi yang sama sekali tidak konsisten mulai dari awal hingga akhir.



    Selain itu uji Lie Detector atau uji Kebohongan dilakukan untuk melengkapi berkas dan bukti petunjuk kematian Brigadir J.



    Uji kebohongan ini juga dilakukan kepada ART Ferdy Sambo yakni Susi.


    Uji kebohongan digelar untuk  mendapatkan keterangan dan fakta sebenarnya tentang peristiwa yang terjadi di Magelang, di mana pada saat itu Susi juga ada di rumah Ferdy Sambo.



    Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya telah berhasil merampungkan hasil uji kebohongan terhadap Putri Candrawathi dan Susi.



    Jenderal bintang dua itu menyebut bahwa uji kebohongan yang dilakukan terhadap Putri Candrawathi dan Susi memiliki hasil yang sama.



    Dia menjelaskan pemeriksaan dengan lie detector itu dilakukan untuk menjunjung pro justitia atau demi keadilan.



    Namun demikian, Dedi enggan menjelaskan secara rinci hasil pemeriksaan tersebut lantaran merupakan materi penyidik.



    "Hasil lie detector atau polygraph yang sudah dilakukan terhadap saudari PC dan juga saudari S adalah sama,



    Setelah saya berkomunikasi dengan Puslabfor dan operator polygraph hasil lie detector itu adalah pro justitia," ujar Dedi.



    Dedi mengungkapkan bahwa hasil uji kebohongan adalah konstruksi penyidik.



    "Itu juga konstruknya penyidik. Kenapa saya bisa sampaikan pro justitia?



    Setelah saya tanyakan taunya ada persyaratan, sama dengan Ikatan Dokter Forensik Indonesia,



    Untuk polygraph itu juga ada ikatan secara universal di dunia, pusatnya di Amerika," ujarnya.



    Dia juga memastikan alat lie detector milik Puslabfor Polri sudah terverifikasi, sehingga bisa dipastikan pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi dan Susi memiliki tingkat akurasi yang tinggi.



    "Alat polygraph yang digunakan oleh Labfor kita ini semuanya sudah ya terverifikasi dan juga sudah terverifikasi baik ISO maupun dari perhimpunan polygraph dunia," tutur Dedi, dikutip 



    Selain Putri Candrawathi dan Susi, uji kebohongan juga dilakukan terhadap para tersangka lainnya dalam pembunuhan Brigadir J, seperti Bharada E, Kuat Maruf, Bripka RR, serta Ferdy Sambo.



    Sebelumnya, Putri Candrawathi diketahui telah memberikan tiga keterangan yang berbeda terkait motif di balik pembunuhan Brigadir J.



    Dalam keterangannya yang pertama, istri Ferdy Sambo tersebut mengaku dilecehkan oleh Brigadir J.



    Tetapi pada wawancara yang kedua, Putri Candrawathi kembali mengubah keterangannya.



    Putri Candrawathi mengaku Brigadir J tiba-tiba masuk ke kamar dan melucuti pakaiannya ketika berada di Magelang, Jawa Tengah.



    Sementara dalam keterangan yang ketiga, Putri Candrawathi mengungkapkan adanya kontak fisik antara dirinya dengan Brigadir J di kamar.



    Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menjelaskan bahwa jika benar Putri Candrawathi adalah korban pelecehan seksual , maka dia memang berhak mendapatkan restitusi dan kompensasi.



    Sesuai dengan peraturan yang berlaku, restitusi dan kompensasi dapat diberikan kepada korban, jika pelaku pelecehan seksual divonis bersalah.



    Akan tetapi, dalam kasus ini, Putri Candrawathi tidak mungkin lagi diberikan restitusi dan kompensasi sebab orang yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadapnya, telah meninggal dunia.



    Jadi sebenarnya sudah tidak ada manfaat lagi yang akan diperolehnya, meski kerap “menyanyikan lagu” yang sama tentang pelecehan seksual.



    "Kalau memang PC ini korban kekerasan seksual, maka menurut peraturan, dia ini berhak untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi,



    Tapi ada syaratnya. Restitusi dan kompensasi mensyaratkan bahwa pelaku divonis bersalah," ucap Reza Indragiri.



    Dijelaskan bahwa karena mendiang Brigadir J sudah tidak ada, maka praktis tidak akan ada persidangan.



    Jika persidangan tidak ada, maka praktis tidak akan ada juga orang yang bisa divonis bersalah.



    Dan apabila tidak ada rang yang divonis bersalah, maka niscaya tidak akan ada restitusi dan kompensasi.



    "Jadi apa pula manfaatnya bagi PC mengutarakan atau mengangkat kembali narasi itu, dengan memakai Komnas HAM dan Komnas Perempuan, sebagai perpanjangan lidahnya?" imbuhnya



    Reza Indragiri menilai bahwa bisa saja, manfaat yang sebenarnya dicari oleh Putri Candrawathi dari "menyanyikan lagu lama," tentang pelecehan seksual ini, ada kaitannya dengan ancaman hukuman yang dia terima.



    Ya, seperti yang kita ketahui, sebagai tersangka yang terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, istri Ferdy Sambo ini juga terancam dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.



    Di mana ancaman maksimal dari hukuman dalam pasal tersebut adalah hukuman mati, atau sekurang-kurangnya seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara.



    "Saya berpikir, oh ini ada manfaatnya bagi PC. PC ini kan terancam hukuman mati, ya. Pasal 340 hukuman mati, atau hukuman seumur hidup, atau hukuman 20 tahun penjara,



    Tidak ada lagi jalan untuk berkelit, kecuali dengan satu siasat saja. Mengklaim bahwa ‘saya’ (Putri Candrawathi) adalah korban," ungkap Reza Indragiri



    Menurutnya, hal ini sama saja dengan mengatakan kepada publik, bahwa tindakan mereka membunuh Brigadir J dan merancang skenario pembunuhan berencana,



    Tak lain dan tak bukan karena berawal dari peristiwa yang menjadikan dia (Putri Candrawathi) sebagai korban.



    "Jadi anggaplah ada kejahatan yang sudah kami lakukan, yaitu pembunuhan berencana,



    Tapi tak lain dan tak bukan, pembunuhan berencana ini bertitik mula dari status saya sebagai korban. Kurang lebih seperti itulah, kalau dinarasikan," imbuhnya.



    Reza Indragiri berpendapat bahwa siasat yang dimainkan oleh istri Ferdy Sambo ini adalah ironi viktimisasi.



    Maksudnya di sini, seorang pelaku ingin menggeser posisinya, dengan cara mempengaruhi opini publik, dan mungkin juga sekaligus penegak hukum serta majelis hakim, bahwa dia bukanlah pelaku, melainkan korban.



    "Seorang pelaku, berusaha menggeser dirinya, untuk mempengaruhi opini publik,



    Barangkali juga untuk mempengaruhi otoritas penegakkan hukum, dan majelis hakim, bahwa dia bukanlah pelaku, tapi adalah korban," kata Reza Indragiri.



    "Ironi viktimisasi ini, yang dimainkan sekarang adalah dengan mengklaim sebagai korban," lanjutnya, menambahkan.



    Sebagai seorang psikolog, dia merasa tidak yakin dengan cerita yang beredar, terkait peristiwa pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi tersebut.



    Menurutnya, sangat sulit untuk diterima oleh akal sehat ketika ada seorang predator yang memilih melakukan aksi kekerasan seksual di TKP yang bukan merupakan zona pemangsaan dia.



    Dia menilai bahwa, TKP yang disebutkan dalam kasus ini, seperti di Duren Tiga dan kediaman keluarga Ferdy Sambo di Malang,



    Tidak dapat dikatakan sebagai zona pemangsaan yang ideal, jika akan melakukan kekerasan seksual.



    Sebab sudah tentu lokasi tersebut tidak dikuasai dengan baik oleh terduga pelaku kekerasan seksual, dalam hal ini Brigadir J, dan apalagi itu merupakan rumah dari atasannya sendiri.



    Tidak hanya itu, dia juga menjelaskan bahwa tindak-tanduk yang ditunjukkan oleh Putri Candrawathi, baik itu perbuatan maupun perkataan, justru telah menganulir klaim tersebut.



    Sebagai contoh ketika dia pertama kali menunjukkan diri di depan Mako Brimob, untuk mengunjungi suaminya yang tengah ditahan.



    Menurut Reza Indragiri, jika mengacu pada undang-undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), sudah sangat jelas disampaikan bahwa seorang korban harus ditutupi identitasnya, harus dirahasiakan.



    Tapi apa yang terjadi di depan Mako Brimob, justru tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam undang-undang TPKS.



    Tidak hanya muncul dan berbicara kepada awak media, namun istri Ferdy Sambo bahkan dengan tenangnya menyebut namanya sendiri.



    "Ini kan aneh. Orang yang mengklaim dirinya sebagai korban. Lalu kita anggap dia sebagai orang yang terguncang,



    Tapi pada saat yang sama dia melanggar undang-undang, dengan membuka identitasnya, dia sebut namanya. Kalimat pertama yang keluar adalah dia perkenalkan namanya,



    Kenapa ya, kok tindak-tanduknya jadi tidak seperti korban, padahal klaimnya korban?" tuturnya.



    "Menurut saya karena tidak punya mindset sebagai korban. Kenapa tidak punya mindset sebagai korban? Yak arena bukan korban," sambung Reza Indragiri, menegaskan penjelasannya.



    Sumber : Suara.com

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Agama

    +